Selasa, 09 Juni 2015

PROBLEMATIKA HUKUM DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarkat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baikn dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari sekian banyak hukum dapat dikatakan bahwa hukum pidana menepati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indicator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum.
Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas pengamanan perkara pidana ,tetapi juga meliputi semua proses dan system peradilan pidana.proses peradilan berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjunya di akhiri pelaksanaan hukum itu sendiei oleh lembaga kemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atu perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan.
Hukum di Indonesia yang biasa kita lihat saat ini bisa dikatakan sebagai hukum yang carut marut,menagapa? Karena dengan adanya pemberitaan tentang tindak pidana di televise,surat kabar,dan media elektronik lainnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum di Indonesia carut marut. Banyak sekali kejadian yamg menggambarkannya, mulai dari tindak pidana yang di berikan oleh maling sandal hingga maling uang rakyat. Sebernaya permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya,perangkat hukum,inkonsistensi penegak hukum,intervensi kekuasaan,maupoum perlindungan hukum.
Hukum Negara ialah aturan bagi Negara itu sendiri, bagaimana suatu Negara menciptakan keadaan yang relevan,keadaan yang menentramkan kehidupan social,menghindarkan dari segala bentuk tindak pidana maupun perdata.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hukum?
2.      Bagaimana penerapan hukum di indonesia?
3.      Seperti apa fungsi dan penerapan hukum di masyarakat?
4.      Apa peranan masyarakat dalam pemberlakuan hukum?
5.      Apa saja permasalahan hukum yang ada di Indonesia?
6.      Bagaimana solusi permasalahannya?

1.3  Tujuan Pembahasan
1.      Memahami definisi hukum.
2.      Mengetahui penerapan hukum di Indonesia.
3.      Mengerti fungsi dan penerapan hukum di masyarakat.
4.      Memahami peranan masyarakat dalam pemberlakuan hukum.



















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Definisi Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela”.
Bidang hukum
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara,hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasionalhukum adathukum islamhukum agrariahukum bisnis, dan hukum lingkungan.

1.      Hukum pidana

Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis)
Hukum pidana dalam Islam dinamakan qisas, yaitu nyawa dibalas dengan nyawa, tangan dengan tangan, tetapi di dalam Islam ketika ada orang yang membunuh tidak langsung dibunuh, karena harus melalui proses pemeriksaan apakah yang membunuh itu sengaja atau tidak disengaja, jika sengaja jelas hukumannya adalah dibunuh jika tidak disengaja wajib membayar di dalam Islam wajib memerdekakan budak yang selamat, jika tidak ada membayar dengan 100 onta, jika mendapat pengampunan dari si keluarga korban maka tidak akan terkena hukuman."

2.      Hukum perdata

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
a.       Hukum keluarga
b.      Hukum harta kekayaan
c.       Hukum benda
d.      Hukum Perikatan
e.       Hukum Waris

3.      Hukum acara

Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk hukum materiil tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha negara. Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para polisi, jaksa, advokat, hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan.
Hukum acara pidana yang harus dikuasai oleh polisi terutama hukum acara pidana yang mengatur soal penyelidikan dan penyidikan, oleh karena tugas pokok polisi menrut hukum acara pidana (KUHAP) adalah terutama melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. Yang menjadi tugas jaksa adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim pidana. Oleh karena itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang terkait dengan tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara perdata. termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum acara tata usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak diberi peran seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang mewakili seseorang untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun gugatan tata usaha negara, terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan kliennya. Gugatan itu akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang digugat dapat pula menunjuk seorang advokat mewakilinya untuk menangkis gugatan tersebut.
Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk menaati hukum

2.2 Penerapan Hukum di Indonesia
Hukum adalah aturan secara resmi yang mengikat masyarakatnya berupa larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang di buat untuk mengatur masyarakat suatu negara. Hukum juga dapat di artikan sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana dan perdata dan juga sebagai perlindungan hak asasi manusia. Secara umum fungsi hukum adalah untuk menertibkan dan mengatur masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Hukum di Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Selain itu di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama yang mengikat masyarakatnya.
Hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah. Hukum adat cenderung masih mengandung unsur kepercayaan terhadap nenek moyang di wilayah tersebut yang sulit untuk di tinggalkan. Sedangkan hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu yang terdapat dalam Kitab Suci masing-masing agama.
Pada pelaksanaan hukum maupun penegakan hukum di Indonesia masih tergolong memiliki kelemahan yang di latarbelakangi oleh sanksi hukum. Secara keseluruhan bentuk sanksi yang diterima oleh pelaku kejahatan yang merugikan banyak orang sering tidak sebanding dengan kejahatan yang tergolong kecil. Meskipun kecil maupun besar kejahatan tersebut tetap saja hal tersebut dapat di katakan sebagai kejahatan yang harus di tegakan keadilannya. Sebagai contoh ketidaktegasan hukum di Indonesia adalah hukum dapat di perjual belikan pada pihak yang mempunyai kekuasaan. Tapi semua itu kembai ke diri kita masing-masing apakah kita sudah mematuhi hukum sepenuhnya, kalau belum bagaimana kita mengubah negeri ini sedangkan diri kita belum sepenuhnya menaati hukum yang berlaku.
Penegak hukum di Indonesia yang masih terbilang lemah dan tidak tegas itu dapat kita lihat dari kasus-kasus seperti kasus lalulintas, persidangan san yang sering kita lihat di acara-acaran berita televisi. Begitu miris kita melihatnya dari kesaksian maupun dari pihak penegak hukum yang sepertinya pura-pura tidak tahu menahu tentang kebohongan yang para pelaku katakana. Tidak malukah penegak hukum kita dengan kejadian tersebut, padahal mereka sadar hukum dan di sumpah untuk berlaku jujur dalam menjalankan tugas mereka ddalam menegakkan hukum di Indonesia.



2.2 Fungsi dan Penerapan Hukum di Masyarakat
            Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari ketertiban, ketentraman dan tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarakat, karena hukum mengatur menentukan hak dan kewajiban serta mengatur, menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosial.  Menurut J.F. Glastra Van Loon, fungsi dan penerapan hukum di masyarakat adalah:
Ø  Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.
Ø  Menyelesaikan pertikaian.
Ø  Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan kekerasan.
Ø  Memelihara dan mempertahankan hak tersebut.
Ø  Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masvarakat.
Ø  Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasi fungsi-fungsi di atas.
Ø  Sedangkan menurut Prof.Dr. Soerjono Soekanto  adalah :
Ø  Alat ketertiban dan ketentraman masyarakat,
Ø  Sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir bathin.
Ø  Sarana penggerak pembangunan.

Fungsi kritis hukum dewasa ini adalah Daya kerja hukum tidak semata-mata pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas), tetapi termasuk juga aparatur penegak hukum. Dengan demikian hukum harus memiliki fungsi-fungsi yang sedemikian rupa, sehingga dalam masyarakat dapat diwujudkan ketertiban, keteraturan, keadilan dan perkembangan : Agar hukum dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, maka bagi pelaksanaan penegak hukum dituntut kemampuan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum, dengan seninya masing-masing, antara lain dengan menafsirkan hukum sedemikian rupa sesuai keadaan dan posisi pihak-pihak. Bila perlu dengan menerapkan analogis atau menentukan kebijaksanaan untuk hal yang sama, atau hampir sama, serta penghalusan hukum (Rechtsfervinjing). Di samping itu perlu diperhatikan faktor pelaksana penegak hukum, bahwa yang dibutuhkan adalah kecekatan, ketangkasan dan keterampilannya. Ingat adagium :The singer not a song atau The most important is not the system, but the man behind the system dalam hal ini si penyanyi adalah semua insan di mana hukum berlaku, baik warga masyarakat maupun para pejabat, termasuk para penegak hukum (Soejono Dirdjosisworo, 1983 : 155).


2.3 Peranan  Masyarakat dalam Pemberlakuan Hukum
            Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia (-seluruh manusia tanpa terkecuali-). Oleh karena itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Kenyataannya hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam usaha menyelesaikan suatu perkara adakalanya hakim menghadapi masalah belum adanya peraturan perundang-undangan yang dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan, walaupun semua metode penafsiran telah digunakan.


BAB  III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Masyarakat sebagai stakeholder dalam penerapan hukum, masyarakat (Ormas, LSM, Pers, Perguruan Tinggi) selalu di tuntut partisipasi aktifnya dalam realita kehidupan masyarakat dan memberikan arah bagi perjalanan peradaban bangsa.   Sehingga masyarakat yang sehat selalu menyediakan bahan bakar keadilan yaitu kejujuran dan keberanian, agar perjalanan masyarakat dan Negara tidak menyimpang dari tujuan bersama.
Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah – tengah masyarakat.  Hal ini dapat di lihat dari ketertiban, ketentraman, dan tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarakat, karena hukum mengatur menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosial.

3.2   Saran

Adapun saran – saran dalam pembuatan Makalah “Peranan Masyarakat dalam Pemberlakuan Hukum” adalah :
1.  Secara Umum
 Secara umum penulis menyarankan bahwa peranan masyarakat dalam pemberlakuan hukum sangat berarti dalam peningkatan kredibilitas hukum dan pemberlakuan penegakan hukum.
2.   Secara Khusus
Secara Khusus penulis menyarankan agar penerapan hukum yang berlaku di masyarakat dapat ditegakan sesuai dengan perundangan yang berlaku di masyarakat.









DAFTAR PUSTAKA

v  Ali, Achmad (1999). Pengadilan Dan Masyarakat. Ujung Pandang: Hasanudin University Press.
v  Doyle, Paul Johnson (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Alih bahasa oleh Robert M.Z. Jakarta: Gramedia.
v  Soemardi, Dedi (1997). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: IndHillCo.
v  Syamsudin, Amir (2008). Integritas Penegak Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi, Dan Pengacara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
v  Rahardjo, Satjipto (2003). Sisi – Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia. Medan: Penerbit Buku Kompas.
v  Lemek, Jeremias (2007). Mencari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum DiIndonesia. Jakarta: Galang Press.

TATA PENULISAN RUJUKAN DAN DAFTAR PUSTAKA





MAKALAH
TATA PENULISAN RUJUKAN DAN MENULIS DAFTAR PUSTAKA
Description: logo utm.jpeg

Oleh:
1.     Risqa Syahria                                    (140221100097)
2.     Ima Rahmawati                                 (140221100100)
3.     Lintang Kien Lestari                        (140221100101)
4.     Ika Kurniawati                                  (140221100102)
5.     Jayanti Khotmala Sari                      (140221100115)
6.     Ufia Asna Amalia                              (140221100117)
7.     M. Hanif Arif                                    (140221100120)



Universitas Trunojoyo Madura
(UTM)
Tahun Ajaran 2015





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Rujukan dan daftar pustaka adalah salah satu dari materi pembahasan dalam bahasa Indonesia, yang mana kita harus mengerti pengertian rujukan maupun daftar pustaka, harus bisa membedakan antara rujukan dengan daftar pustaka, dan bagaimana cara penyusunan maupun penulisannya. Didalam penyusunan dan penulisannya harus benar dan memperhatikan syarat-syarat ataupun ketentuannya.Dan daftar pustaka dapat dari berbagai sumber yaitu dari buku, internet, dsb.
Daftar pustaka mungkin sudah pernah kita temukan ketika kita mulai belajar pelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah menengah. Sebagai pelajar, pembuatan daftar pustaka biasanya diberikan oleh guru Bahasa Indonesia sebagai sebuah tugas atau dalam sebuah ulangan. Dan pada tahap ini, mungkin kita tidak begitu tahu akan pentingnya sebuah daftar pustaka. Baru ketika kita mendapat tugas untuk menulis sebuah karya tulis kita akan sadar betapa pentingnya sebuah pengetahuan akan daftar pustaka.
Dalam menyusun suatu karangan ilmiah, unsur yang tidak terlepas yaitu sumber/ bahan karya ilmiah itu didapat. Berbagai banyak sumber dalam menyusun karangan ilmiah, selalu ada unsur dalam karangan tersebut, salah satunya dikutip, dan sumber yang didapatpunharus dicantumkan sumber menemukan data dengan menggunakan daftar pustaka dan catatan kaki.
Ada cara dan susunan dalam membuat kutipan, daftar pustaka dan catatan kaki yang harus diketahui dalam membuat karangan ilmiah. Dan unsur ini terkadang disepelekan oleh sebagian orang dalam menyusun karangan ilmiah. Penulis pada kesempatan kali ini akan menjelaskan tentang kutipan, daftar pustaka,dan catatan kaki, dimana terdapat membuaat/ mengambil kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki yang benar. Dimana pembahasan tersebut amatlah penting untuk menunjang mata kuliah Bahasa Indonesia.


1.2 Rumusan Masalah
1.          Apa yang disebut dengan Rujukan dan daftar pustaka?
2.          Bagaimana cara penyusunan rujukan dan daftar pustaka yang baik dan benar?
3.          Bagaimana menulis rujukan dan daftar pustaka dari berbagai sumber?

1.3 Tujuan
1.      Menjelaskan berbagai gaya penulisan rujukan.
2.      Merujuk atau mengutip pendapat ahli dan menuliskannya sesuai kaidah.
3.      Menulis daftar pustaka dari berbagai sumber.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rujukan
Rujukan adalah sesuatu yang digunakan untuk memberi informasi (pembicara) untuk menyokong atau memperkuat pernyataan dengan tegas. Rujukan mungkin menggunakan faktual atau non-faktual.Rujukan faktual terdiri atas kesaksian, statistik contoh, dan objek faktual. Rujukan dapat berwujud dalam bentuk bukti, nilai-nilai, dan/atau krebilitas. Sumber rujukan adalah tempat materi tersebut ditemukan.
Kutipan adalah penggunaan ide, konsep, teori dan yang sejenisnya dari sumber lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semua pengutipan yang ditulis harus mencantumkan rujukannya. Kesengajaan atau kealpaan pencatuman rujukan pada sebuah kutipan merupakan pelanggaran etika dalam tulis-menulis.
2.1.1 Tata Cara Penulisan Rujukan
Cara menulis daftar rujukan harus dilakukan pada penulisan karya tulis ilmiah. Biasanya pada bagian penutup karya tulis ilmiah akan dibuat kesimpulan dan saran. Di dalamnya akan di buat semacam saran-saran atas masalah yang dibuat secara singkat. Agar penyusunan sebuah karya ilmiah lebih rapih, biasanya sebuah karya ilmiah akan dilengkapi dengan daftar pustaka atau rujukan yang berisi buku-buku atau referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan pembuatan karya tulis tersebut.
Ada tiga bentuk penulisan rujukan, yaitu:
  1. Bodynote (catatan tubuh) : Penulisan rujukan yang langsung ditulis dalam teks kutipan.
  2. Footnote (catatan kaki) : Penulisan rujukan dengan menuliskan pada bagian kaki halaman yang terdapat kutipannya.
  3. Endnote (catatan akhir) : Penulisan rujukan dengan menuliskan pada bagian akhir karangan (setelah kesimpulan dan sebelum daftar pustaka).
Tata Cara Penulisan Bodynote
         Ditulis di akhir teks kutipan, tetapi dalam hal tertentu bisa di awal atau tengah teks kutipan.
         Rujukan ditulis di dalam kurung.
         Secara umum rujukan terdiri dari: nama pengarang (tanpa gelar), tahun publikasi dan nomor halaman.
         Format penulisan:
  1. Jika penulisnya satu, contoh: ... (Barda Nawawi Arief, 2012: 7), atau: Menurut Barda Nawawi Arief (2012: 7),...
  2. Jika penulisnya dua, contoh: ... (Supardi dan Nachrawi, 2013: 1-3).
  3. Jika penulisnya lebih dari dua: contoh: ... (Ruzardi, dkk., 1998: 10), atau: Ruzardi, dkk. (1998: 10)
  4. Jika sumber kutipan berasal dari dua atau lebih karya penulis yang sama, dan diterbitkan pada tahun yang sama, maka penulisan tahun diberi kode dengan huruf kecil: a, b, dan seterusnya setelah tahun terbit. Contoh: ... (Sutrisno, 2005a: 8). Menurut Sutrisno (2005b: 76)
  5. Jika satu kutipan diambil dari banyak sumber dengan penulis yang berbeda-beda, maka dipisahkan dengan tanda “;”. Contoh: ... (Yasmin, 1997: 2; Anwar dan Kelik, 2000: 6; Farzan, dkk., 2000).
  6. Jika rujukan diambil dari koran atau majalah, maka penulisannya dengan format : (nama media ditulis miring, waktu terbit). Contoh: ... (Suara Merdeka, 9 Maret 2014).
  1. Jika kutipan berasal dari sumber kedua. Contoh:
Ø  Herbert Packer (1970) dalam Arif Setiawan (2009: 23) berpendapat bahwa ...
Ø  ... (Herbert Packer, dalam Arif Setiawan, 2009: 23)
Ø  ... (Herbert Packer, dikutip oleh Arif Setiawan, 2009: 23)
Catatan: Dalam daftar pustaka hanya dicantumkan referensi yang merupakan sumber kedua saja. Dalam contoh di atas berarti yang dicantumkan adalah Arif Setiawan, sedangkan Herbert Packer tidak perlu dicantumkan.
Contoh
Menurut Sudarto dan Muladi (1981: 151), politik hukum adalah serangkaian usaha untuk menciptakan norma-norma hukum yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada masa tertentu. Perkembangan hukum tidak terlepas dari perkembangan dinamika atau pengaruh politik pada suatu masa (Moh. Mahfud MD, dalam Ni’matul Huda, 2010: 8). UU Pornografi merupakan respon terhadap semakin maraknya peredaran pornografi di Indonesia. Data Departemen Kominfo menunjukan bahwa 90% anak-anak di Indonesia dengan usia antara 8 hingga 16 tahun yang menggunakan internet pernah melihat situs porno di internet (Kompas, 12 Juli 2007).
Tata Cara Penulisan Footnote
         Ditulis pada bagian kaki halaman yang terdapat kutipannya.
         Baris pertama ditulis menjorok ke dalam.
         Nama pengarang ditulis tanpa gelar.
Format penulisan:
  1. Penulisan rujukan berupa buku dengan urutan: nama pengarang, judul buku (ditulis miring), cetakan, edisi (jika ada), nama penerbit, kota penerbit, dan halaman. Contoh:
  1. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan, Cetakan Pertama, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 100.
  1. Penulisan rujukan berupa buku bunga rampai dengan urutan: nama penulis, judul artikel (diberi tanda petik), nama editor, judul buku (ditulis miring), cetakan, edisi (kalau ada), nama penerbit, kota penerbit, tahun dan halaman. Contoh:
Ari Wibowo, “Mewujudkan Keadilan Melalui Penerapan Hukum Progresif”, dalam Mahrus Ali (editor), Membumikan Hukum Progresif, Cetakan Pertama, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm. 5.
  1. Penulisan rujukan berupa buku terjemahan dari bahasa asing dengan urutan: nama pengarang buku asli, judul buku terjemahan (ditulis miring), nama penerjemah, cetakan, edisi (kalau ada), nama penerbit, kota penerbit, tahun dan halaman. Contoh:
Jan Rammelink, Hukum Pidana, terjemahan oleh Tristam Pascal Moeliono, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 82.
  1. Penulisan rujukan berupa sumber kedua. Contoh:
John Rawls, A Theory of Justice, dikutip dalam Munir Fuady, Bisnis Kotor; Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 60.
  1. Penulisan rujukan berupa jurnal dengan urutan: nama pengarang, judul artikel (diberi tanda petik), nama jurnal (ditulis miring), volume/edisi, tahun dan halaman. Contoh:
Tengku Ghani Jusoh, “Terrorism According to Arabic Lexicography”, Jurnal Millah, Vol. VI, No. 1, Agustus 2006, hlm. 45.
  1. Penulisan rujukan berupa Skripsi/Tesis/Disertasi dengan urutan: nama pengarang, judul karangan (diberi tanda petik), bentuk karangan, nama institusi, kota institusi, tahun, dan halaman. Contoh:
Ewit Soetriadi, “Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dengan Hukum Pidana”, Tesis pada Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hlm. 301.
  1. Penulisan rujukan berupa makalah dengan urutan: nama pengarang, judul karangan (diberi tanda petik), nama forum (ditulis miring), penyelenggara, tempat, tanggal dan halaman.

Contoh:
Barda Nawawi Arief, “Kriminalisasi Kebebasan Pribadi dan Pornografi/ Pornoaksi dalam Perspektif Kebijakan Pidana”, Makalah dalam Seminar tentang Kriminalisasi Kebebasan Pribadi dan Pornografi-Pornoaksi dalam RUU KUHP, diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Hotel Graha Santika Semarang, 20 Desember 2005, hlm. 60.
  1. Penulisan rujukan berupa artikel dari internet dengan urutan: nama penulis, judul artikel (diberi tanda petik), alamat e-mail (diberi garis bawah), tanggal akses. Contoh:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 25 Juli 2011.
  1. Penulisan rujukan jika tidak ada nama pengarangnya, maka ditulis “anonim”. Contoh:
Anonim, “UU Anti Teroris Ditujukan untuk Umat Muslim”, http://www.cmm.or.id, diakses pada tanggal 16 Maret 2011.
  1. Pengutipan ulang dari sumber yang sama digunakan identitas berupa: Ibid., Loc. Cit., dan Op. Cit. Kecuali untuk sumber elektronik, maka ditulis kembali secara lengkap.
  1. Ibid  (singkatan dari ibidium): Dipergunakan untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya (tanpa diselingi sumber lain).
  2. Loc. Cit (singkatan dari loco citati): Dipergunakan untuk catatan kaki yang sumbernya pernah dikutip dan pengutipannya pada halaman yang sama, tetapi sudah diselingi catatan kaki dari sumber lain.
  3. Op. Cit  (singkatan dari opere citati): Dipergunakan untuk catatan kaki yang sumbernya pernah dikutip dan pengutipannya pada halaman yang berbeda, tetapi sudah diselingi catatan kaki dari sumber lain.


Tata Cara Penulisan Endnote
         Penulisan endnote sama dengan footnote, sehingga tata cara penulisan yang berlaku dalam endnote sama dengan tata cara penulisan footnote.
         Perbedaan endnote dan footnote : Endnote diletakkkan di bagian akhir suatu karya tulis ilmiah, sedangkan footnote diletakkan pada bagian kaki halaman yang terdapat kutipannya.
2.1.2        Menulis Daftar Rujukan
Cara menulis daftar pustaka atau rujukan sebagai berikut.
Nama penulis dalam daftar pustaka ditulis secara terbalik. Maksudnya, nama belakang disimpan di belakang memakai tanda koma. Ketentuan berlaku secara internasional.
Contoh :
Irvan Aqila ditulis Aqila, Irvan
Ryu Tri ditulis Tri, Ryu
Jika sumber buku ditulis oleh dua atau tiga orang penulis, maka yang dituliskan namanya secara terbalik adalah penulis pertama saja. Selanjutnya nama semua penulis ditulis.
Contoh            : Penulisnya Aida Nurcahya, Fitri Komala Dewi, Dyah Permata Sari.
Ditulis : Nurcahya, Aida, Fitri Komala Dewi, Dyah Permata Sari.
Jika sumber buku yang digunakan ditulis oleh lebih dari tiga orang penulis, maka yang ditulis hanya nama penulis pertama saja dan selanjutnya diikuti dengan et all (artinya dan lain-lain) atau bisa juga ditulis dengan singkatan dkk (dan kawan-kawan).
Contoh:    Ervan, Michael J. (et all) 2001. Cara efektif Mengasuh   Balita. Jakarta. Gramedia Karya. Aqila, Irvan dkk.
Setelah penulisan nama diikuti oleh tahun penerbit, judul buku, kota terbit, dan nama penerbit. Jangan lupa untuk memperhatikan penulisan tanda bacanya.
Judul buku ditulis secara miring atau di garis bawahi.
Urutan penulisan daftar pustaka diurutkan berdasarkan abjad penulis (setelah nama penulis dibalik). Perlu diperhatikan dalam pembuatan daftar pustaka atau rujukan tidak perlu dituliskaan nomor urut.
Baris pertama diketik mulai dari spasi pertama dari tepi margin dan baris berikutnya mulai dari lima spasi (satu tab komputer).
Jarak antara baris pertama ke baris berikutnya (apabila merupakan kelanjutannya) harus menggunakan spasi rapat. Sedangkan, untuk jarak antara sumber yang satu dengan sumber lainnya menggunakan spasi ganda.

2.2  Rujukan Dengan Menggunakan Catatan Kaki
Catata kaki atau foot note berguna untuk menyatakan sumber suatu kutipan, pendapat, buah pikiran, atau fakta-fakta. Nomor foot note disesuaikan dengan nomor kutipan. Tiap bab dimulai dengan nomor 1. Teknik penulisan dengan footnote sekarang ini sudah jarang dilakukan, meskipun demikian masih ada perguruan tinggi yang merekomendasikan pengguanaan footnote ini. Istilah – istilah dalam foot note antara lain :
Ibid = ibidem: kutipan diambil dari sumber yang sama tanpa diselingi oleh sumber lain.
Cit., = oper citato: kutipan diambil dari sumber yang telah disebut sebelumnya pada halaman yang berbeda dan telah diselingi pengaranng lain.
Cit., = loco citato: kutipan diambil dari sumber dan halaman yang sama yang telah diselingi oleh sumber lain.
2.3              Pengertian Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar acuan atau refrensi yang ditulis pada bab akhir karya tulis ilmiah. Penulisan daftar pustaka didasarkan pada urutan abjad (alvabet). Jika menggunakan beberapa sumber dari penulis yang sama, maka urutannya dimulai dari sumber yang tahun terbitnya lebih awal. Jika menggunakan beberapa sumber dari penulis yang sama, maka nama penulisnya diganti dengan garis putus-putus sebanyak 10 (-------). Penulisan baris pertama mulai dari margin paling kiri, dan baris kedua menjorok ke dalam sebanyak tujuh ketukan. Ditulis dengan satu spasi.
Definisi daftar pustaka atau bibliografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang, penerbit dan sebagainya yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau buku dan disusun berdasarkan abjad. Daftar sendiri didefinisikan sebagai catatan sejumlah nama atau hal yang disusun berderet dari atas ke bawah. Menurut Gorys Keraf (1997 : 213) yang dimaksud dengan daftar kepustakaan atau bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan yang tengah digarap. Melalui daftar pustaka yang disertakan pada akhir tulisan, para pembaca dapat melihat kembali pada sumber aslinya. Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad nama belakang penulis pertama. Daftar pustaka ditulis dalam spasi tunggal.Antara satu pustaka dan pustaka berikutnya diberi jarak satu setengah spasi. Baris pertama rata kiri dan baris berikutnya menjorok ke dalam.
Daftar pustaka berisi sumber-sumber tertulis yang dikutip dan digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah, karena itu sumber tertulis lain yang tidak dikutip meskipun pernah dibaca penulis dalam kaitannya dengan penulisan karya tulis ilmiah tidak perlu dimasukan dalam daftar pustaka. Penulisan pustaka disusun menurut abjad dari nama penulisnya dan nama keluarga harus ditulis lebih dahulu tanpa menyertakan gelar.
Format penulisan daftar pustaka sama dengan penulisan footnote  dengan beberapa pengecualian: 
1.      Halaman sumber rujukan tidak perlu dicantumkan.
2.      Pada buku bunga rampai, nama penulis dan judul artikelnya tidak perlu dicantumkan.
3.      Pada kutipan berupa sumber kedua, nama penulis dan judul sumber pertama tidak perlu dicantumkan.
Contoh Footnote :
1. Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 18.
2. Tengku Ghani Jusoh, “Terrorism According to Arabic Lexicography”, Jurnal Millah, Vol. VI, No. 1, Agustus 2006, hlm. 45.
3. Ibid., hlm. 50.
4. Ari Wibowo, “Mewujudkan Keadilan Melalui Penerapan Hukum Progresif”, dalam Mahrus Ali (editor), Membumikan Hukum Progresif, Cetakan Pertama, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm. 5.
5. Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 78.
6. John Rawls, A Theory of Justice, dikutip dalam Munir Fuady, Bisnis Kotor; Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 60.

2.3.1 Fungsi Daftar Pustaka
Fungsi daftar pustaka adalah sebagai berikut:
1.      Membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi penulis.
2.      Memberikan informasi kepada pembaca untuk memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap dan mendalam daripada kutipan yang digunakan oleh penulis.
3.      Membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar untuk studinya.
2.3.2 Menulis Karya Ilmiah dan Daftar Pustaka
Karya tulis adalah karangan ilmiah.Karya tulis dapat ditulis berdasarkan hasil penelitian, hasil percobaan, wawancara atau studi kepustakaan.Karya tulis yang disajikan dalam suatu diskusi seperti seminar disebut makalah.Sebelum membuat karya tulis atau makalah, tentukan tema terlebih dahulu. Karya tulis yang lengkap biasanya terbagi menjadi tiga bagian, yakni (1) bagian awal: kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, arti lambang dan singkatan, dan abstrak; (2) bagian tengah terdiri atas pendahuluan (latar belakang, perumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan), isi (pembahasan), serta bagian penutup (kesimpulan dan saran); (3) bagian akhir meliputi daftar pustaka dan lampiran, mengikuti aturan sebagai berikut :
Daftar pustaka ditulis dengan urutan nama penulis buku, tahun terbit buku, judul buku, tempat terbit buku, dan nama penerbit yang menerbitkan buku.
Nama penulis buku, tahun terbit buku, judul buku, tempat tempat buku dipisahkan tanda titik (.).
1.      Nama penulis buku dibalik dan dipisahkan tanda koma.
2.      Tempat terbit dan nama penerbit buku dipisahkan tanda titik dua (:).
3.      Judul buku dicetak miring atau diberi garis bawah dan diakhiri dengan tanda titik.
Contoh:
 Judul buku                  : Menanam Buah Naga
Tahun terbit                 : 1988
Nama penyusun          : Bambang Purwadi
Nama penerbit             : CV Setia Hati
Kota penerbitan          : Semarang
Penulisan daftar pustakanya adalah:
Purwadi, Bambang. 1988. Menanam Buah Naga. Semarang: CV Setia Hati.
Atau
Purwadi, Bamabang. 1988. Menanam Buah Naga. Semarang: CV Setia Hati.
Penulisan daftar pustaka yang berasal dari artikel dapat mengikuti aturan sebagai berikut.
Daftar pustaka ditulis dengan urutan nama penulis artikel, tahun terbit artikel, tanggal terbit artikel, judul artikel, media yang memuat artikel, dan halaman dimuatnya artikel.
Nama penulis artikel, tahun terbit artikel, tanggal terbit artikel, judul artikel, media yang memuat artikel dipisahkan tanda titik (.).
Nama penulis artikel dibalik dan dipisahkan tanda koma.
Judul artikel ditulis dengan diapit tanda petik dua (“…”).
Media yang memuat artikel dan halaman artikel yang dipisahkan tanda titik dua (:).
Nama media yang memuat artikel dicetak miring atau garis bawah.
Diakhiri dengan tanda titik (.).
Contoh:
 Nama penulis             : Mushallin  Arifin
Tahun penerbitan         : 2013
Judul Artikel               : Rahasia Sukses Menjadi IB Forex
Nama Koran                : KOMPAS
Tanggal penerbitan       : 2 Juni 2013
Penulisan daftar pustakanya adalah :
Ariifin, Mushallin. 2013. “Rahasia Sukses Menjadi IB Forex “. KOMPAS, 2 Juni 2013.
Atau
Ariifin, Mushallin. 2013. “Rahasia Sukses Menjadi IB Forex “. KOMPAS, 2 Juni 2013.
Contoh daftar pustaka :
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
----------, Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
Mahrus Ali (editor), Membumikan Hukum Progresif, Cetakan Pertama, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013.
Munir Fuady, Bisnis Kotor; Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Daftar pustaka dan daftar rujukan didalam suatu karya ilmiah sangatlah penting.Karya ilmiah dapat ditulis berdasarkan hasil penelitian, hasil percobaan, wawancara dan studi kepustakaan. Daftar pustaka tau rujukan bisa diambil dari koran, majalah, buku, internet, dsb.
Mengutip atau merujuk dapat dilakukan dengan mengambil pendapat atau temuan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengutipan semacam ini dilakukan dengan merujuk kepada nama penulis dan karyanya yang dimaksud. Nama penulis yang dipakai adalah nama keluarga, nama  marga , atau nama akhir tanpa menuliskan gelar atau jabatannya. Apabila sumber yang dikutip ditulis satu dan/atau dua orang, maka nama penulis dituliskan semua pada setiap kali diacuh.

3.2 Saran-Saran
1.      Sebaiknya dalam teknik penulisan pengutipan kita harus merujuk pada aturan yang sudah ditetapkan.
2.      Begitulah tekni penulisan daftar pustaka (daftar rujukan) harus berpedoman pada ketentuan yang sudah ditetapkan oleh akademik.






DAFTAR PUSTAKA
Darmawati, Uti. 2010. Bahasa Indonesia SMP. Klaten : PT Intan Pariwara.
Hartini, Sri. 2009. Bahasa Indonesia SMA. Jakarta: Graha Pustaka Jakarta.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Trustmedia.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana, 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, dan Laporan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Effendi, S. 1999. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.